Download

Kamis, 06 September 2012

Refleksi Insan Pencinta: memilih cinta yang menerangiku dalam berjalan ditengah kegelapan


“Kenapa saya demikian cemburunya melihat seseorang yang menjadi kekasih saya itu akrab dengan lelaki lain, walaupun saya mengetahui lelaki itu adalah sahabat lamanya. Tak sebatas itu, saya perhatikan di acun facebook miliknya yang juga saya ketahui, ternyata dia sering asik cat dengan kawan-kawan laki-lakinya, walaupun saya ketahui juga pembicaraanya seputar hal-hal yang bersifat umum, seputar kegiatan oraganisasi, perkuliahan atau diskusi ilmiyah membahas pelajaran mata kuliah diperkuliahannya.
Sepintas saya bisa memkluminya itulah sacanya berinteraksi dengan kawannya, namun lama kelamaan semakin terusik dan tidak merasa nyaman dengan tingkahnya itu, karena ada hal yang membuat saya berpikir rasanya ada yang ganjil. Pernah beberapa kali Aku pinta agar ia mengurangi aktifitasnya yang demikian itu (berinteraksi dengan teman laki-lakinya) sebatas demi menghargai perasaanku. Awalnya memang ia menurutinya namun lama-lama juga ia bosan dengan pengekangan yang demikian itu, lalu berusaha untuk menyakinkan Aku bahwa ia hendak menjaga hati, dan tidak akan terjadi apa-apa dengan interaksinya itu. Memang disadari bahwa saya demikian mengekangnya, sampai seperti itu. Mungkin saja ia merasa tidak nyaman dan merasa saya sudah tidak percaya lagi dengan kesetiaanya. Kondisi ini yang kemudian berujung pada pertengkaran di malam itu. Sampai semalaman kami tak bertegur sapa, walau keesokan harinya kondisi tersebut mencair pula....
kejadiaan semacam ini terjadi bukan hanya sekali, telah beberapa kali terjadi walaupun terkesan masalahnya berbeda namun jika diperhatikan dengan seksama ininya ya tetap sama saja...”

Ini  curahan hati perasaan kawan saya beberapa minggu lalu, yang sudah sedikit saya ubah dengan bahasa yang lebih halus tetapi tidak mengurangi esensinya. Tentang kondisi percintaanya dengan seorang wanita yang ia pacari. Hampir sembilan bulan hubungan itu berlalu, begitulah tambahan penjelasan dari kawan saya ketika hendak mengakhiri sesi curhanya lewat telephone gengam. Aku bertanya kepadanya apakah diantara kalian   masih saling mencintainya? Kawanku menjawab, “Kami sangat saling mencintai. Malahan samakin hari rasa cinta itu samakin bertambah besar.” “Tapi kenapa yang ada adalah kecurigaan dan pertengkaran.” Aku bertanya lagi. “Inilah masalahnya, sob. Semakin tumbuh rasa cinta semakin pula tumbuh rasa memiliki diantara kami, hingga tak boleh yang lain untuk mendekati sekalipun temannya.” Kedengarnya memang agak mengkhawatirkan tapi inilah yang memang dirasakan oleh kawanku ini.

Lalu, Aku mencoba untuk mencari atau sekedar menerka sesuai dengan apa yang Aku pahami sendiri dengan maksud mencari titik terang, ibarat kata terjebak dalam gua yang tak ada barang setitikpun cahaya maka untuk keluar dari gua itu tentu mencari cahaya walaupun itu setitik saja kelihatannya.

Rasa cinta terhadap lawan jenis jelas sebuah hal yang amat manusiawi. Bahkan jika ada seorang manusia memiliki ketertarikan pada sejenis itu gak normal namanya. Ada kelainan. Cinta seyognyanya menghadirkan suatu ketentraman pada pemiliknya yang lebih lanjut menghantarkan pada kebahagiaan. Apa lagi jika cinta tersebut memang bersemayam pada sosok dambaan hati, yang pas dengan hati. Ingat kawan jika berbicara tentang cinta tentu tak akan terlepas deri hati. Hati menjadi alat perasa yang paling peka terhadap hal-hal tersebut. Banyak sudah para pujangga yang kemudian mampu menghadirkan karya-karya agung itu terinspirasi dari kekuatan yang dimunculkan oleh lima kata itu yaitu c.i.n.t.a begitulah the bagindas menyebutkannya.

Namun lain halnya dengan apa yang dialami oleh kawanku ini. Justru cinta yang hadir membuatnya semakin merana, mimimal menghadirkan kecurigaan, kecemburuan atau apalah namanya intinya suatu rasa yang serupa dengan kata-kata tersebut. Semakin tumbuh cinta itu semakin bertambah rasa cemburunya. “Kalo begitu kurangi aja...” banyolku saat menanggapi curhatnya agar meringankan suasana. Ya begitulah cinta, saya jadi teringat sebuah novel yang judulnya “sabda cinta”. Karna cinta yang berlebihanlah, nekat membunuh perempuan yang dicintainya dengan dalih dari pada wanita yang saya cintai dipinang orang. Saya rasa cinta pada tahap demikian disebut cinta buta atau cinta yang keliru. Bukankah cinta itu rela dan berbahagia melihat sosok yang dicintai itu tersenyum walau bukan dipelukanya. Bukan sebaliknya penuh egois dan ambisi.

Seorang bijaksana pernah mengatakan, janganlah mencintai seseorang secara berlebihan jangan pula membencinya berlebihan, karena kelak yang kamu cintai itu akan menjadi yang kamu benci begitupula sebaliknya. Nah disinilah perlunya keseimbangan (At tawajun). Sebab berlebihan itulah perbuatan setan menurut ajaran agama yang saya yakini.

Tahukah kawan!!!
Bahwa sering kita itu menjatuhkan cinta itu pada hal-hal yang relatif yang pada akhirnya menghadirkan pula cinta yang relatif. Terbatas, berubah atau tampak dari jauh seakan mapan namun pada kenyataanya penuh dengan kerapuhan. Itulah yang saya rasa sebuah kekeliruan. Lalu apa yang benar ? seyogyanya cinta yang demikian indah itu diperuntukan untuk sang Maha hakiki yang mana cintanya bukanlah kerapuhan, tetapi sebuah keniscayaan.

Jika cinta yang kita punya ditujukan untuk sang pemilik cinta yang menjadi sumber segala cinta, maka  akan dialirkan padan cinta-cinta yang lain dengan aliran cintanya. Ibarat sebuah mata air dari pegunungan lalu mengalirakan air melalui sungai-sungai, rawa-rawa yang kesemuanya terairi oleh nya. Begitulah cinta yang niscaya, mengaliri cinta-cinta yang lain yang membuat semakin kuatlah cinta itu bukan mengaliri yang membuat cinta itu hancur atau ternodai.

Kawan, jika cinta yang kita genggam saat ini bukanlah cintanya Tuhan yang maha Pencinta maka cinta itu suatu kesia-siaan, sekalipun kau memperjuangkanya. Karena cinta yang demikian akan hilang bersama kekosonganya. Buanglah atau lemparkan saja kelautan biar ombak yang menghanyutkannya bersama buih-buih. Lekas kau pegang erat cinta-Nya, lalu merapat bersama bahtera para pencinta yang tangguh. Melintasi samudra kehidupan ini. Biarkan cinta illah yang menyelamatkan kita dengan bahteranya yang kokoh, seperti bahtera Nabi Nuh AS yang menyelamatkan kaumnya dari  bencana bah yang membanjiri seluruh permukaan bumi, lalu kemudian Nabi Nuh dan kaumnya selamat.

Kawan, kita tak akan permah mendpatkan cinta yang hakiki itu jikalau masih terbelenggu oleh cinta yang fana. Lepaskan... lepaskan... 

Mulai hari ini dan seterusnya, Aku akan memilih cinta yang menerangiku dalam berjalan ditengah kegelapan. Bukanlah cinta yang mirip dengan lilin, semakin terang menyala jstru semakin hancur. Lalu hilang tak bercahanya lagi. Melilih cinta yang tak pernah redup apa lagi padam. Cinta yang menjadi sumber segala cahaya. Maka, Aku akan segera melepaskan belenggu ini, biarkan aku dapat terbang bersama cinta-Nya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More