Download

Rabu, 12 September 2012

Watak, Naluri, Fitrah Manusia tentang Cinta


“Para Nabi tidak diutus untuk menanamkan kesadaran menyembah, tetapi mereka diutus untuk mengarahkan naluri alamiah tersebut ke jalan yang benar.”Muhsin Qira’ati 



Pada  hakikatnya, manusia terlahir membawa seluruh potensi atau kesanggupan untuk menjalani kehidupan dengan seluruh benih keberhasilan. Hal tersebut dapat terlihat dari kesadaran, aktivitas dan kesiapannya dalam menghadapi berbagai macam hal.


 Tak bisa dipungkiri bahwa manusia  terlahir dengan keterkaitan secara alamiah. Keterkaitan dengan Yang Maha Pencipta inilah yang mestinya dijaga agar tetap stabil. Sehingga dapat menjadi ukuran untuk dapat mencapai keberhasilan dalam mengatasi masalah yang menghadang pergerakan peradabannya. Namun disisi lain jika ia tidak  menghubungkan dirinya dengan Sang Maha Pencipta padahal segala potensinya mendukung hal tersebut, Tentulah kestabilannya akan dipertanyakan. 

Keimanan adalah sebagai sebuah naluri kesadaran yang akan menumbuhkan kekuatan yang besar sehingga  menjalinkan realisasi keterkaitan dengan Yang Maha Mutlak. Ibadah ritual, akhlak, serta budi pekerti yang benar dapat memenuhi naluriillahi serta menyeimbangkan dan menyelaraskan dengan kecenderungan yang lain. Dengan cara demikian maka manusia dapat mencapai keberhasilan tertinggi.

Naluri manusia sesungguhnya cenderung pada naluri kebaikan, dapat juga disebut naluri Fitrah. Hanya saja, terkadang naluri itu terkontaminasi atau  terpolusi sehingga kecendrungan naluri manusia itu menjadi tumpul. 

Prilaku yang sesuai dengan naluri manusia merupakan cara membangkitkan serta memperkokoh naluri tersebut. Sebaliknya, prilaku yang bertentangan dengan naluri manusia akan menghilangkan dan menghancurkan naluri tersebut. Benih kebaikan, kejujuran, cinta-kasih sayang, mengasihi serta kelembutan akan musnah dalam diri manusia karena tindak kejahatan, dosa dan kebodohan.

Meyakini akan adanya Allah Swt Yang Maha Agung  kemudian perasaan rindu  terhadap yang gaib (baca: akhirat)  melekat kuat dalam hati, yang disebut iman. Pembuktianya dengan lisan, hati, dan badan, sesuai dengan sabda Nabi.  Memiliki tujuan yang benar dalam hidup, siap mempertanggung jawabkannya. Dengan proses upaya, bakti. Ini sesuai dengan naluri. Namun jika tanpa tujuan yang jelas, naluri akan mengalami kemunduran dan berbagai penyimpangan. Realisasi keimanan dengan perbuatan adalah fase terakhir dari hati, lisan. Tanpa perbuatan yang kuat, perasaan tersebut akan berkurang dan pendekatan kepada Yang Maha Mutlak akan terhenti. 

Untuk itu aktif dalam kehidupan mampu memanfaatkan kekuatan-kekuatan positif adalah jalan menuju derajat tinggi sebagai manusia. Ibadah ritual merupakan faktor yang menjadi nutrisi bagi perasaan  dan energi tersebut.

Maka hadapkanlah wajah dengan lurus kepada Agama Allah. Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciftakan manusia berdasarkan fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitah Allah. Itulah Agama yang lurus, tetapai kebanyakan manusia tidak mengetahui.[1]


[1] QS. Ar Ruum (30): 30

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More