Pada abad ketiga, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang
bernama Zhao. Sang raja mengirim putra mahkotanya yang sudah beranjak dewasa untuk
belajar kesebuah kuil di mana seorang
guru besar yang bernama Pan ku .
Pangeran itu bernama Chao Chan. Raja mengirimkan putranya dengan maksud
mendidik untuk menjadi seorang pemimpin yang kelak akan menggantikan ayahnya
sebagai raja.
Setelah tiba di kulil. Sang pangeran merasa aneh karena sang guru Pan Ko
justru mengajaknya masuk kehutan, lalu meninggalkannya seorang diri dihutan
itu. Di hutan itu terdapat sebuah gubuk
kecil yang sudah disediakan untuknya. “Tinggallah di sini anak muda dan
belajarlah pada alam, satu bulan lagi aku akan datang menjemputmu, ” demikian
kata guru Pan ku.
Satu bulan telah berlalu dan Guru Pan Ku datang menjenguk sang pangeran di
tengah hutan, kemudian bertanya, “Katakanlah wahai pangeran selama satu bulan
ini suara apa saja yang sudah kau dengar?” Guru,” Pangeran menjawab,”Saya telah mendengar kokok ayam hutan, ”Jangkrik mengikik, lebah
mendengung, burung berkicau, serigala
melolong….” Dan banyak sekali suara-suara yang disebutkan oleh Pangeran yang di
dengarnya didalam hutan itu.
Usai Pangeran Chao Chan menjelaskan pengalamannya kepada guru Pan ku, lalu
sang guru memerintahkannya lagi untuk tinggal di hutan lagi selama tiga hari
lagi untuk memperhatikan suara apa lagi yang belum Ia dengar selain apa yang
telah disebutkan . untuk kesekian kalinya sang Pangeran tidak mengertia apa
yang diinginkan oleh sang gurunya itu, bukankah Ia telah menyebutkan banyak
sekali suara-suara yang ia dengar. Lalu sang pangeran Chao chan termenung
setiap hari sambil memikirkan suara apa sebenarnya yang di maksudkan oleh sang
guru.
Tetapi, sekeras apapun ia meranung tetap saja pangeran tidak menemukan
suara lain kecuali suara-suara yang telah ia dengar selama ini. Pada hari ketiga Chao chan
terbangun dari tidurnya kemudian duduk bersila di rerumputan kemudian
bermeditasi. Dalam kesunyian itulah sayup-sayup Chao chan mendengar suara yang benar-benar berbeda dari
sebelumnya. Semakin lama semakin jelaas suara itu. Dan saat itulah Chao chan
mendapatkan pencarahan. “Pasti suara itulah yang dimaksudakan oleh guru,”
teriaknya di dalam hati.
Akhirnya tanpa menunggu sang Guru datang mengunjunginya, sang pangeran
bergegas kembali ke kuil menemui sang guru serta melaporkan temuanya. “Guru”
ujarnya. “Ketika saya buka telinga dan
hati lebar-lebar, saya dapat mendengar hal-hal yang tidak saya dengar, seperti
suara bunga mereka, suara matahari
memanaskan bumi, dan suara rerumputan minum embun pagi.” Pan ku tersenyum
lega dan memanggut-manggut mengiyakan,
lalu berkata “mampu mendengarkan suara yang tidak terdengar adalah pelajaran
wajib yang penting untuk siapa pun yang ingin menjadi pemimpin yang baik.” Ia
melajutkan, “karena setelah seorang mampu mendengar suara hati pengikutnya,
mendengar suara yang tak terekspresikan, kesakitan yang tak terungkapkan,
keluhan yang tak terucapkan, maka barulah seorang pemimpin akan paham betul apa
yang salah dan niscaya akan mampu memenuhi kebutuhan yang sesungguhnya dari
para pengikutnya.”
Hal demikianlah yang disebut kepekaan hati. Jika seorang pemimpin tidak
memiliki kemampuan demikian maka selamanya ia tidak akan pernah menjadi
pemimpin yang baik. Karana tak salamanya apa yang terlihat nampak, terdengar
jelas itulah yang sesungguhnya.
0 komentar:
Posting Komentar