Download

Sabtu, 24 Agustus 2013

Jangan Abaikan Suara Anak MUDA

Seorang raja menderita penyakit yang mengerikan. Sangat mengerikan. Beberapa tabib terkenal sepakat memutuskan bahwa penyakitnya hanya akan sembuh bila raja makan empedu orang dengan syarat-syarat tertentu. Raja memerintahkan agar orang tersebut dicari keseluruh penjuru negeri. Seorang anak petani dengan ciri-ciri yang telah disebutkan oleh tabib tersebut akhirnya ditemukan. Raja memberi anugrah yang melimpah kepada kedua orang tuanya sehingga mereka senang anaknya menjadi korban. Jaksa Agung memutuskan boleh menumpahkan darah rakayat untuk menyelamatkan nyawa raja. Dan algojo siap memotong kepalanya. 
 

Tiba-tiba pemuda itu mendongkak keatas adan tersenyum. Raja yang keheranan kemudian bertanya, “Dalam keadaan seperti ini kamu masih bisa tertawa?” Anak muda itu menjawab, “ayah dan bunda mestinya menjaga dan merawat anak-anaknya, jaksa agung mestinya tempat menyampaikan pengaduan, dan raja menjadi sandaran untuk menagakkan keadilan. Tapi kini ayah dan ibuku menghantarkanku pada kematian karena pertimbangan dunia, jaksa agung telah menjatuhkan vonis dan raja    mencari keselamatan dengan menghancurkanku. Selain Tuhan, tidak ada lagi yang dapat melindungiku.

“Kemana Aku harus lari dari cengkraman tanganmu? Dan akanku cari keadilan yang bertentangan dengan kekuasaanmu.”

Lalu, Raja tersentuh. Ia menangis dan berkata, “Lebih baik Aku binasa daripada menumpahkan darah yang tidak bersalah.” Raja mencium kepala anak muda itu, memeluknya, dan memberikannya hadih kepadanya lalu membebaskannya. Dan menurut hikayat, pada saat itu juga raja sembuh dari penyakitnya.  

Meski carita tersebut sering dipakai untuk pembahasan tentang yang lain, tetapi kita mencoba menggunakan cerita tersebut untuk melihat dari sisi yang agak berbeda. Bahwa betapapun, tidak ada celah yang secara kasat mata untuk mengeluarkan kita dari malah, himpitan bahkan musibah yang besar, tetapi Tuhan adalah tempat sandaran paling utama. Betapa anak muda tersebut tengah berada diujung tandung kematian, tak ada sandaran apapun yang bersifat duniawi yang bisa diandalkan tetapi dengan mendongkak kelangit sambil tersenyum, bahwa anak itu menyaksikan ada kekuatan dan sandara yang jauh lebih besar dari kekutan sang raja. Munculnya kekuatan tersebut dari dalam dan merupakan kekuatan hakiki  dalam diri manusia.


Referensi:
Jalaluddin Rakhmat :  Rekayasa Sosial:

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More