Bagaimana jadinya jika sebuah
lembaga pendidikan yang menampung banyak siswa, ternyata hanya mengajarkan,
rumus-rumus atau teknik-teknik yang memusingkan siswa, bahkan sesuatu yang
merangsang kretifitas dianggap sebuah pengajaran yang tak ada gunanya? Tentunya
output yang akan dihasilkan oleh pendidikan semacam itu adalah munculnya
manusia-manusia kaku, teknis bahkan yang manakutkan adalah munculnya
manusia-manusia berwatak robot.
Bila pendidikan menjadi inspirasi, maka
pendidikan akan merangsang dan membangun minat. Begitu seharusnya proses
belajar berlangsung, yang bukan hanya menghasilkan gambar, menghapalkan
rumus-rumus, melainkan memunculkan kegemaran terhadap sesuatu yang
pelajari atau suatu keterampilan tertentu.
Inilah yang menyebabkan mengapa
belajar itu mengasikkan. Belajar adalah menjelajahi dunia yang selalu baru dan
mengasikkan. Dari sana menumbuahkan sikap yang salalu ingin tahu, kecendrungan
menemukan dan mencipta, kebiasaan berpikir jernih dan teratur, kemampuan
bertukar gagasan dan dengan orang lain. Jika sudah demikian, maka para
siswa sangat dimungkinkan untuk bisa memiliki kemandirian dalam belajar,
meleliti dan menemukan temuan-temuan baru.
Kadang siswa sering dibingungkan
dengan istilah-istilah asing. Misalnya saat belajar mengarang. Maka
istilah-istilah seperti Deskripsi, eksplansi, resolusi muncul demikian dominan
dibandingkan dengan unsur yang jauh lebih penting dari sekedar tahapan
menulis mengarang dengan istlah asing itu. Spontanitas yang seharusnya mencadi
pedoman utama dalam menulis atau mengarang seakan terabaikan. Dan jika itu
benar terabaikan justru membuat anak tidak punya spontanitas dalam
menulis. Dan tanpa spontanitas bagaimana kreatifitas muncul.
Mengenai kepribadian, tatakrama
dan akhlaq adalah hal yang menjadi jantung dalam proses pendidikan. Tanpa itu,
pendidikan belum dikatakan berhasil, sehingga semuanya terfokus pada
perwujudan pribadi anggun dengan keluhuran budi pekertinya. Hanya saja
bagaimana agar semua mata pelajaran yang disugguhkan oleh lembaga pendidikan
mampu mengarah pada hal itu.
Mislanya bagaimana Korelasi antara
ilmu pengetahuan alam dengan akhlaq, ya sudah barang tentu pengetahuan
tentang alam dijadikan sebuah refleksi tentang kemahaagungan-Nya sang pencipta,
sehingga segala hal apapun yang berhasil ditorehkan oleh pengetahuan akan balik
pada memuji keagungan Allah swt Sang Maha Pencipta jagad ini.
Ini yang menarik, bahwa belajar
bahasa Indonesia bukan lagi belajar tentang tata berbahasa Indonesia yang baik
dan benar, melainkan bahasa digunakan sebagai sarana obsarpasi, bertanya,
mengumpulkan informasi, menganalisis dan mengomunisasikan temuan. Inilah saya
rasa yang menjadi awal bagaimana memunculkan para intelektul yang mumpuni
dibidangnya. Tetapi yang tak kalah pentingnya adalah aspek rasa ingin tahu.
Rasa ingin tahu itu, muncul akibat dari pengembangan kreatifitas.
Mengembangkan kreatifitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan
untuk membentuk crital mind yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar
sepenjang hayat. Jika bahasa yang menjadi sarana pemperoleh pengetahuan
berkombinasi dengan sikap dan rasa ingin tahu yang kuat sebagai ciri khas
seorang cindikiawan sajati.
Kalau sudah demikian dimana agama
mengambil peran? Agama saya rasa selalu memiliki posisi yang strategis dalam
upaya membagun masyarakat yang baik dan bermartabat. Agama hadir sebagai suatu
yang memberi inspiratif dan membebaskan. Nilai universal yang terdapat dalam
ajaran agama, menghadirkan penafsiran beragam tetang teks-teks kitab suci,
tentunya memberian angin segar tetang ketebukaan, diaogis dan sikap saling
menghargai berdasarkan perspektif masing-masing. Agama tidak lagi
dianggap sebagai sebuah lembaga yang hanya mengurusi prihal halal-haram,
melainkan sebuah wadah yang menghadirkan kesejukan dan kedinamisan.
Aku sangat percaya bahwa
kecerdasan adalah anugrah yang diberikan Allah kepda manusia. Hanya saja
tingakt kecedasan tiap orang beragam. Semuan itu banyak sebabnya, terutama
terkait denga genetik dan pola pendidikan yang didapatkanya. Kecerdasan
seseorang tidak akan banyak dikembangkan. Faktor genetik menentukan, tapi yang
bisa dikembangkan adalah kreatifitas. Lalu, bagaimana memunculkan kreatifitas
itu? Kecerdasan itu bisa dikembangkan atau juga bisa dirangsang lewat banyak
hal. Dan seharusnya sekolahan itu adalah tempat bagaimana menumbuhkembangkan
kreatifitas itu, agar` jangan sampai seorang anak hilang kreatifnya saat sudah
masuk sekolah. Anak yang aktif berubah menjadi pendiam dan pasif....
1 komentar:
Tulisannya terlalu kecil, jadi bacanya nggak enjoy. Coba font atau ukuran hurufnya diubah
Posting Komentar